Indonesia terkenal dengan kekayaan alam dan keanekaragaman hayatinya. Sejak zaman dahulu, masyarakat Indonesia sudah memanfaatkan berbagai tumbuhan untuk dijadikan sebagai obat tradisional. Nah, salah satu tanaman yang dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia adalah Daun Katuk.
Katuk (Sauropus androgynus) merupakan spesies tumbuhan yang banyak terdapat di Asia Tenggara. Katuk berasal dari keluarga Euphorbiaceae. Katuk berupa semak tegak yang dapat mencapai ketinggian 500 cm. Daunnya bulat telur atau berbentuk tombak, berukuran 2,0-7,5 cm dan tumpul atau akut. Buahnya hampir bulat, berdiameter 1,5 cm.
Tanaman katuk subur tumbuh di Indonesia karena tanaman katuk mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan tropis. Lingkungan yang paling ideal untuk membudidayakan katuk adalah derah dengan suhu udara berkisar antara 21-32 derajat Celcius dengan kelembaban antara 50-8% dan membutuhkan tanah yang subur dengan kemasaman (pH) 5,5-6,5 (Puslitbang Hortikultura, 2013).
Investigasi fitokimia daun katuk mengungkapkan bahwa daun tersebut mengandung karbohidrat, protein, glikosida, saponin, tanin, alkaloid, flavonoid, sterois yang khasiatnya dapat digunakan sebagai pengobatan alami.
Masyarakat Indonesia biasanya menggunakan daun katuk untuk memperbanyak produksi ASI (ASI booster). Konselor laktasi juga merekomendasikan daun katuk untuk memperlancar proses menyusui karena dapat merangsang produksi prolaktin untuk ASI (Karnesyia, 2019). Selain itu, katuk juga memiliki banyak manfaat yang lain yang dapat digunakan sebagai alternatif dalam pengobatan, seperti:
Antibakteri
Ekstrak metanol dan etanol dari katuk telah dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri yang signifikan terhadap Bacillus cereus , Proteus vulgaris , dan Staphylococcus aureus (Gayathramma et al., 2012). Namun, pada ekstrak air menunjukkan kemampuan antibakteri sedang (Ariharan et al., 2013). Daun katuk juga memiliki aktivitas antibakteri terhadap Klebsiela pnemoniae dan bakteri Staphylococcus aureus (Paul et al., 2011).
Senyawa yang berperan sebagai antibakteri ini adalah alkaloid, flavonoid, tanin, dan saponin. Mekanisme alkaloid sebagai antibakteri adalah dengan menghambat pembentukan bakteri yang menyebabkan bakteri rusak dan mati. Sedangkan flavonoid menghambat sintesis protein yang menyebabkan membran bakteri rusak. Tanin merusak dinding sel dan menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan saponin dengan merusak membran dengan mengganggu permeabilitasnya (kemampuan yang dimiliki oleh membran sel dalam menyaring partikel yang akan melalui membran sel).
Antioksidan
Katuk memiliki kandungan flavonoid tertinggi di antara 11 sayuran asal Indonesia yang berarti tanaman ini memiliki potensi ramuan ini untuk menjadi agen antioksidan yang kuat (Andarwulan, 2010). Penelitian ekstrak metanol dari katuk menemukan bahwa katuk memiliki efek antioksidan terhadap Sauropus androgynus dengan nilai IC50 341 μ g/mL, 12,58 μ g/mL, dan 228,75 μg/mL menggunakan radikal DPPH, radikal kation ABTS, dan penghambatan peroksidasi lipid (Badami dan Channabasavaraj, 2007).
Antiinflamasi
Pada penelitian Desnita et al., (2018) mengungkapkan bahwa patch ekstrak daun katuk memiliki efektivitas yang relatif sama dengan natrium diklofenak dalam penyembuhan radang (antiinflamasi). Dosis pada patch ekstrak daun katuk yang digunakan adalah 400 mg/kg BB dengan penghambatan peradangan berkisar 66,67-100%.
Antiobesitas
Senyawa 3-O-β-D-Glucosyl-(1→ 6)-β-D-glucosyl-kaempferol (GGK) yang diisolasi dari tanaman katuk dengan kombinasi dengan EtOAc dan nFraksi-BuOH menunjukkan penurunan asupan makanan pada tikus sebesar 15% dengan pemberian 60 mg/kg dosis GGK. Hal ini juga menyebabkan penurunan berat badan tikus. Oleh karena itu, GGK yang diisolasi dari tanaman katuk memiliki potensi untuk menjadi agen antiobesitas (Yu et al., 2006).
Antianemia
Penelitian yang dilakukan oleh Suparmi et al., (2016) menunjukkan bahwa klorofil dari daun katuk memiliki potensi sebagai antianemia dengan meningkatkan kadar HB dan feritin. Walaupun secara statistik tidak ada perbedaan yang signifikan, pengobatan dengan klorofil daun katuk dapat meningkatkan kadar feritin pada tikus. Di antara kelompok perlakuan yang lain, kelompok perlakuan daun Katuk memberikan tingkat tertinggi pada peningkatan kadar ferritin dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Meningkatkan Produksi ASI
Hasil dari penelitian yang dilakukan pada tikus, dengan berbagai dosis ekstrak daun katuk, menemukan bahwa ekspresi gen oksitosin dan prolaktin sangat meningkat sesuai dengan jumlah ekstrak daun katuk yang diberikan. Pemberian ekstrak menghasilkan sirkulasi hormon oksitosin yang lebih lancar dalam aliran darah tikus. Hal ini mengungkapkan bahwa ekstrak daun katuk memiliki efek yang menguntungkan untuk mengingkatkan produksi ASI pada tikus (Soka et al., 2010).
Pemberian ekstrak daun katuk pada kelompok ibu melahirkan dan menyusui dengan dosis 3 x 300 mg/hari selama 15 hari terus menerus mulai hari ke-2 atau hari ke-3 setelah melahirkan dapat meningkatkan produksi ASI 50,7% lebih banyak dibandingkan dengan kelompok ibu melahirkan dan menyusui yang tidak diberi ekstrak daun katuk. Pemberian ekstrak daun katuk dapat mengurangi jumlah subyek kurang ASI sebesar 12,5%. Pemberian ekstrak daun katuk tidak menurunkan kualitas ASI karena ekstrak daun katuk tidak menurunkan kadar protein dan kadar lemak ASI (Sa’roni et al., 2004).
Selain itu, penelitian juga dilakukan dengan memberikan daun katuk kepada Ibu menyusui dalam bentuk rebusan daun katuk dan ekstrak daun katuk selama 7 hari. Penelitian terhadap kecukupan ASI dilakukan dengan melihat kenaikan berat badan bayi selama seminggu dengan indikator berat badan bayi meningkat 140-200 gram per minggu, untuk bayi yang 0 hari minimal berat badan bayi sama seperti pada waktu lahir. Berat bayi tidak turun melebihi 10% dari berat badan lahir pada minggu pertama kelahiran. Rebusan daun katuk memiliki rata-rata kenaikan berat badan bayi sebesar 259 gram, sedangkan ekstrak daun katuk memiliki rata-rata kenaikan berat badan bayi sebesar 182 gram. Hal ini menunjukkan bahwa rebusan daun katuk dan ekstrak daun katuk sama-sama memiliki efektivitas dalam memenuhi kecukupan ASI dengan rebusan daun katuk lebih besar meningkatkan berat badan bayi (Juliastuti, 2019).
Nah, banyak banget kan manfaat dari daun katuk. Informasikan juga ya kesemua teman dan kerabatmu tentang manfaat daun katuk ini. Jangan lupa, baca juga artikel lainnya dan sebarluaskan informasi ini melalui media sosial kamu. Keep Healthy.
Referensi
- Andarwulan, N., R. Batari., D. A. Sandrasari., B. Bolling., and H. Wijaya. 2010. Flavonoid content and antioxidant activity of vegetables from Indonesia. Food Chemistry 121(4): 1231–1235.
- Ariharan, V.N., V. N. M. Devi., dan P. N. Prasad. 2013. Antibacterial activity of Sauropus androgynus leaf extracts against some pathogenic bacteria. International Journal of Chemical, Environmental and Pharmaceutical Research 6(2): 134–137.
- Badami, S dan Channabasavaraj, K.P. 2007. In vitro antioxidant activity of thirteen medicinal plants of India's Western Ghats. Pharmaceutical Biology 45(5): 392–396
- Bunawan, H., Siti N.B., Syarul N.B., Normah M.N. 2015. Sauropus androgynus (L.) Merr. Induced Bronchiolitis Obliterans: From Botanical Studies to Toxicology. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine: 1-7.
- Desnita, R et al. 2018. Antiinflammatory Activity Patch Ethanol Extract of Leaf Katuk (Sauropus Androgynus L. Merr). Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 16(1):1-5
- Gayathramma, K., K.V. Pavani., dan R. Raji. 2012. Chemical constituents and antimicrobial activities of certain plant parts of Sauropus androgynus L. International Journal of Pharma and Bio Sciences 3(2): 561–566.
- Juliastuti. 2019. Efektivitas Daun Katuk (Sauropus Androgynus) terhadap Kecukupan Asi Pada Ibu Menyusui Di Puskesmas Kuta Baro Aceh Besar. Indonesian Journal for Health Sciences 3(1): 1-5.
- Karnesyia, Annisa. 2019. Tentang Daun Katuk yang Diyakini Bisa Jadi Asi Booster. Tersedia online di https://www.haibunda.com/menyusui/20190802065657-54-51139/tentang-daun-katuk-yang-diyakini-bisa-jadi-asi-booster [Diakses pada 28 Februari 2020].
- Paul, Mariya and Anto, K. Beena. 2011. Antibacterial activity of Sauropus androgynus (L.) Merr. International Journal of Plant Sciences 6 (1): 189192.
- Puslitbang Hortikultura. 2013. Budidaya Tanaman Katuk. Tersedia online di http://hortikultura.litbang.pertanian.go.id/berita-338-budidaya-tanaman-katuk.html [Diakses pada 28 Februari 2020].
- Sa’roni., Tonny S., Mochammad S., dan Zulaela. 2004. Effectiveness of The Sauropus androgynus (L.) Merr Leaf Extract in Increasing Mother’s Breast Milk Production. Media Litbang Kesehatan 14(3): 20-24.
- Senthamarai Selvi V., Baskar A. 2012. Evaluation of bioactive components and antioxidant activity of Sauropus androgynus plant extracts using GC-MS analysis. International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research. 12(2): 65–67.
- Soka, S., H. Alam., N. Boenjamin., T. W. Agustina., dan M. T. Suhartono. 2010. Effect of Sauropus androgynus leaf extracts on the expression of prolactin and oxytocin genes in lactating BALB/C Mice. Journal of Nutrigenetics and Nutrigenomics 3(1): 31–36.
- Suparmi et al. 2016. Anti-anemia Effect of Chlorophyll from Katuk (Sauropus androgynus) Leaves on Female Mice Induced Sodium Nitrite. Pharmacognosy journal 8(4): 375-379.
- Suryaningsih, M. 2009. Gambaran Produksi ASI Antara Ibu Menyusui yang Mengkonsumsi Daun Katuk Dengan yang Tidak Mengkonsumsi Daun Katuk. Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan dan Kandungan 2(2): 63-70.
- Muchtaridi M., Tiara S.M. 2018. Aktivitas Farmakologi Ekstrak Daun Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr). Farmaka 16(2): 398-405.
- Yu, S. F., C. T. Shun., T. M. Chen., dan Y. H. Chen. 2006. 3-O-β-d-gucosyl-1→6-β-d-glucosyl-kaempferol isolated from Sauropus androgynus reduces body weight gain in Wistar rats. Biological and Pharmaceutical Bulletin 29(12): 2510–2513.
Komentar
Posting Komentar